Dosen Hukum Lingkungan Universitas Brawijaya dan Universitas Kebangsaan Malaysia Bertukar Pandangan Mengenai Fenomena Perubahan Iklim Global

You are currently viewing Dosen Hukum Lingkungan Universitas Brawijaya dan Universitas Kebangsaan Malaysia Bertukar Pandangan Mengenai Fenomena Perubahan Iklim Global
Kegiatan diskusi dalam Program Research Collaboration Potential antara FH UB dan FUU UKM pada Selasa (8/8/2012) | Foto: Endrianto Bayu

Malang, FH UB –Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) bersama dengan Fakulti Undang-Undang Universiti Kebangsaan Malaysia (FUU UKM) bekerja sama menyelenggarakan Lecture Discussion sebagai bagian dari Research Collaboration Potential. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Selasa, 8 Agustus 2023, bertempat di Ruang Sidang 1 FH UB.

Narasumber yang hadir dalam forum diskusi ini yaitu Assoc. Prof. Dr. Rasyikah Md. Khalid sebagai pembicara yang merupakan Dosen FUU UKM. Spesialisasi keahlian yang beliau miliki diantaranya: water law, energy law, climate change, sustainable development, federalism, dan heritage law. Diskusi ini dipandu oleh moderator, Prischa Listiningrum, S.H., LL. M., yang merupakan Dosen Hukum Lingkungan FH UB.

Sesuai dengan topik diskusi, dosen-dosen FH UB yang hadir dalam diskusi ini merupakan pengajar mata kuliah Hukum Lingkungan dan Hukum Sumber Daya Alam, seperti Dr. Indah Dwi Qurbani, S.H., M.H., Daru Adianto, S.H., M.T., Moh. Rifan, S.H., M.H., Setiawan Wicaksono, S.H., M.H., Prischa Listiningrum, S.H., LL. M., dan Amelia Ayu Paramitha, S.H., M.H.

Topik utama dalam diskusi ini membahas seputar kebijakan untuk mengatasi fenomena perubahan iklim global (climate change) dan dikaitkan dengan pentingnya transisi energi sebagai alternatif kebijakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim global. Topik tersebut sengaja diangkat karena hingga saat ini persoalan perubahan iklim masih menjadi tantangan yang tidak mudah diselesaikan, terlebih lagi fenomena perubahan iklim tersebut terus mengalami peningkatan yang signifikan.

Diskusi ini diperkaya dengan berbagai isu aktual dan perspektif yang berkaitan dengan fenomena perubahan iklim, khususnya yang terjadi di wilayah Asia Tenggara. Beberapa isu aktual yang diangkat misalnya kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara Jakarta ke Kalimantan Timur, isu hak asasi manusia yang dikaitkan dengan hak atas lingkungan, problematika transisi energi, semakin meningkatkan eksplorasi bahan pertambangan, hingga persoalan sumber tenaga listrik yang masih belum merata di semua wilayah. Isu-isu tersebut banyak diambil dari kasus konkret yang terjadi di Indonesia dan Malaysia, serta membandingkan permasalahan kebijakan yang ada di kedua negara tersebut.

Dr. Rasyikah menyampaikan bahwa Indonesia dan Malaysia masih dihadapkan pada persoalan yang sama terkait persoalan kebijakan untuk mencegah pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim. Ia menjelaskan bahwa di Malaysia transisi energi sulit dilakukan karena masih terlalu bergantung pada energi fosil yang tidak ramah lingkungan. Kondisi itu memicu peningkatan pemanasan global yang akan memperparah kondisi iklim. Dalam awal pemaparannya ia juga menyinggung kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia ke Kalimantan Timur. Mengenai topik itu para dosen yang hadir cukup antusias menyampaikan pendapatnya.

Daru Adianto, salah satu Dosen FH UB juga mengakui bahwa pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan memang tidak bisa dilepaskan dari isu perubahan iklim. Selama ini Jakarta memang dihadapkan pada kondisi lingkungan yang terus memburuk, mulai dari kualitas udara, kualitas air, dan kondisi tanah. Menurutnya pemindahan Ibu Kota Negara juga tidak bisa terlepas dari isu-isu seperti kepentingan politik, hak asasi manusia, kelestarian lingkungan, hingga mengenai ancaman terhadap masyarakat adat yang ada di Kalimantan. Ia sendiri menilai sepanjang pemindahan Ibu Kota Negara tidak merusak lingkungan dan tidak mengganggu kearifan lokal di wilayah Kalimantan Timur tidak perlu dipermasalahkan, meski menurutnya cukup ragu untuk menjamin kelestarian tersebut.

Moh. Rifan, salah satu pengajar Hukum Lingkungan, juga menilai bahwa pemindahan Ibu Kota Negara menjadi isu yang cukup kompleks dan menarik untuk dikaji. Ia mengkritisi bahwa sejak awal persiapan, Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) yang menjadi dasar hukum pemindahan dibuat secara asal-asalan. Hal itu dapat diketahui dari Naskah Akademik yang pertama kali beredar ke publik. Kemudian ia juga menyinggung mengenai permasalahan geografis Jakarta yang tidak lagi memadai karena faktor permukaan daratan yang ada di pinggiran pantai letaknya lebih rendah dari permukaan laut. Sehingga ada potensi Jakarta akan tenggelam. Menurutnya hal itu merupakan dampak nyata perubahan iklim yang terjadi saat ini.

Setelah adanya umpan balik dari para peserta, Dr. Rasyikah melanjutkan penjelasannya mengenai climate change and human rights. Menurutnya, isu perubahan iklim tidak bisa dilepaskan dari isu hak asasi manusia, karena antara manusia dan lingkungan memiliki hubungan timbal balik. Kehidupan manusia sangat bergantung pada kondisi lingkungan yang sehat untuk tetap menunjang kehidupan, begitu pula sebaliknya kualitas lingkungan dipengaruhi bagaimana perilaku manusia dalam menjamin kelestarian. Dr. Rasyikah juga menganggap bahwa dampak perubahan iklim juga akan membuat perempuan mengalami dampak yang tidak proporsional karena adanya hambatan sosial ekonomi, politik, dan hukum yang mendasarinya, yang membatasi pilihan mereka dalam laju perubahan iklim.

Isu lain yang menjadi bahasan diskusi adalah mengenai transisi energi. Dr. Rasyikah mengungkap bahwa negara-negara di Asia, khususnya Asia Tenggara, hingga saat ini masih bergantung pada penggunaan batu bara sebagai sumber energi. Pendapat Dr. Rasyikah tersebut juga dipertegas oleh Daru Adianto yang menilai bahwa beberapa negara Asia Tenggara memiliki masalah sulitnya transisi energi, seperti di Malaysia, Singapore, Thailand, dan Indonesia. Daru mencontohkan permasalahan pasokan listrik juga menjadi masalah kompleks di Indonesia, karena masih ada desa-desa atau wilayah terpencil yang belum mendapat akses listrik secara memadai.

Dr. Indah Dwi Qurbani juga turut menjelaskan alasan filosofis pengelolaan energi listrik sebagai bagian dari sektor strategis yang mestinya dikelola negara secara baik dan berkeadilan. Ia menjelaskan konsep hak menguasai negara yang tercantum dalam Pasal 33 UUD NRI 1945 yang dihubungkan pada kebijakan pengaturan energi listrik dalam UU Ketenagalistrikan. Menurutnya, sumber energi listrik merupakan sektor penting yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat luas, ditambah lagi saat ini ada keterbatasan sumber energi listrik yang masih bergantung pada bahan-bahan fosil yang terbatas dan tidak dapat diperbarui, sehingga negara memang harus mengambil peran untuk mengatur bagaimana sumber energi listrik itu bisa diperoleh dan dikelola.

Dr. Indah juga menilai bahwa kebijakan transisi energi di Indonesia saat ini memang cukup membingungkan karena ada dua kondisi yang kerap kali tidak sejalan, yakni kelestarian lingkungan dan eksplorasi pertambangan untuk pengembangan energi. Mestinya kedua hal tersebut bisa berjalan beriringan tanpa harus mengenyampingkan salah satunya, sehingga hal itu merupakan tantangan yang harus segera dicarikan alternatif solusi permasalahannya.

Di penghujung diskusi, Dr. Rasyikah menekankan pentingnya ada kolaborasi banyak pihak untuk menyelesaikan permasalahan perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan. Negara-negara mestinya fokus pada kebijakan yang tidak hanya bersifat top-down, tetapi juga melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif serta memperbaiki kerangka regulasi dan kebijakan untuk menghadapi tantangan perubahan iklim.

Atas penyelenggaraan forum diskusi ini, Dr. Rasyikah berharap kedepannya perlu ada diskusi lanjutan dan kerja sama penelitian untuk mengembangkan gagasan-gagasan di bidang pencegahan perubahan iklim global. Karena menurutnya permasalahan ini adalah permasalahan global yang memerlukan perhatian banyak pihak.

 

Penulis: Endrianto Bayu Setiawan